Coba kalian bayangkan aku seorang diri harus memberi makan 10 orang di dlm rumahku. Itu termasuk aku, istriku, ibuku, kakak perempuanku dan suaminya serta kedua orang anaknya, adikku laki-laki dan istrinya serta anak tunggalnya. Betapa kerja kerasnya aku setiap hari agar semua yg di bawah atap ini tdk mati kelaparan.
Suami kakak perempuanku sebenarnya pengusaha mebel. Tp sekarang bangkrut habis-habisan dgn meninggalkan utang ratusan juta. Sehingga kakak perempuanku, Winda yg notabene adalah wanita rumah tangga memohon kepadaku utk membantunya.
Cerita sex terbaru, Waktu itu segala harta bendanya, rumah, mobil hingga, terus terang aja nih… kolor-kolor yg ada pun turut disita, bisa dikatakan waktu para penagih datang dan mengambil segalanya mereka cuma menyisakan apa yg melekat di badan mereka.
Sementara itu adik laki-lakiku, Anton gak bisa menjaga pekerjaan. Selalu saja dipecat. Akibatnya dia tdk mampu kasih makan keluarganya. Dia pun datang kepada diriku utk bantuan.
Cerita dewasa terbaru, Aku sih punya bisnis pengolahan tinja. Yah dari hasil sisa mencretnya orang, aku olah jadi energi gas dan aku ekspor ke luar negri, sehingga aku punya penghasilan yg lumayan.
Waktu mereka datang kepadaku dan memintaku utk membantu mereka. Aku selalu mengajukkan satu syarat kepada mereka, yaitu, mereka harus mau melayani kebutuhan seksualku. Karena aku memang memiliki hasrat yg luar biasa besarnya. Sampai-sampai istriku gak sanggup lagi melayaniku.
Karena alasan itulah, aku sampai suatu malam memaksa ibuku sendiri utk melayani kebutuhnaku.
Mereka sih awalnya kaget habis-habisan mendengar permintaanku. Bahkan kakak perempuanku mencaci maki diriku, mengatakan aku bejat dan lain sebagainya. Ibuku sampai menangis. Istriku sampai minta pisah ranjang. Adikku….ah dia mah diam saja, mau gak makan?
Akhirnya sekitar sebulan kemudian kami menggelar pertemuan utk membahas hal ini. Waktu itu kami semua berkumpul di rumahku
“Ya, sudah Erwin kami semua sudah berembuk dan memutuskan utk menyetujui persyaratanmu, asal kamu mau menerima kami semua,” ucap suami kakak perempuanku.
“Iya kak, ok kami siap melayani kebutuhan kakak,” tambah adikku.
“Apakah kalian yakin, itu termasuk juga anak-anak kalian lho….”
Semuanya terdiam… Istriku adalah yg paling bermuram durja di ruangan itu.
“Kenapa? Apakah kalian berubah pikiran?”
“Sebenarnya itu yg ingin kami bicarakan,” kata istri adikku. Denis namanya.
“Apakah bisa kak Erwin biarkan anak-anak kami, biar kami saja yg melayani kakak,” ucapnya sambil membetulkan posisi kacamatanya yg sebenarnya tdk kenapa-kenapa.
“Ah tdk bisa…harus termasuk keponakanku yg cantik-cantik ini…”
Ruangan kembali jadi hening.
“Erwin, plis…mereka masih terlalu muda…,” pinta kakak perempuanku.
“Kalau kak Ranti gak mau, gak apa-apa aku gak keberatan. Tp yah jangan gantungkan nasib kalian sama aku.”
Kak Winda mengepalkan tangan di atas pahanya dan menggigiti bibir bawahnya mendengar jawabanku.
“Ya ok ok… yah… kami sekeluarga akan layani kebutuhanmu yg satu itu,” tampak suami kak Ranti, Farid sudah frustasi dan tdk mau berlarut-larut dlm masalah ini.
“Bagiamana dgn mu Denis?”
Denis tampak bingung dan tak bisa mengambil keputusan, alisnya mengernyit meminta suaminya alias adikku, Roni utk mengambil keputusan. Adikku memandangi istrinyat dan anak tunggalnya, jelas ada keberatan yg sangat tergurat di wajahnya.
“Ya sudah….terserah kak Erwin….,” ucapnya lemah.
“OK, sekarang tinggal istriku dan ibu…apakah kalian masih keberatan…?”
Mereka berdua saling pandang. Mereka tak kalah gundahnya dgn yg lain.
“Erwin…masak kamu mau ibu ngelayanin kamu juga…ibu kan sudah tua…”
Aku berdiri dari sofaku dan berjalan ke arahnya. Lalu duduk disampingnya.
“Jangan khawatir ibu, Erwin gak akan mintah yg aneh-aneh kok…,” ucapku seraya menyampirkan kain baju pundaknya.
Kuciumi pundaknya dan perlahan merambat ke lehernya. Ibu menggelinjang dan memiringkan tubuhnya menjauh dariku, sementara kedua tangannya menahan dadaku. Matanya yg sudah mulai terlihat keriput di pinggirnya menatapku dgn perasaan gelisah tak nyaman.
“Erwin! bisa gak nanti aja…jangan disini!” ucap istriku agak kesal.
“O…ok…hmm…apakah itu artinya kamu sudah setuju, sayang?”
“…Ah aku kan cuma istrimu bisa berbuat apa utk nolak?” Jawabnya sambil berbalik memberikan punggungnya.
Aku pun berpindah posisi ke samping istriku dan memeluknya.
“Jangan marah donk sayang…kamu tetap yg paling aku cintai…”
“Aku lagi gak mau dirayu, mas,” tukasnya ngambek.
Meskipun di BT-in aku tetap memeluknya mesra dari belakang dan menempelkan hidungku ke punggungnya dan menghirup tubuhnya.
Kemudian aku bangkit.
“Ok berarti semua setuju ya…”
“Ya..,” jawab mereka pelan.
Setelah itu dgn tak sabar aku memeluk kembali ibuku dan kutempelkan pensiku ke paha ibuku dan kugesek-gesekkan mencoba mencari kenikmatan.
“Oh ibu dah lama Erwin mau main sama ibu…”
Semua yg ada disitu langsung kaget mendengarnya.
“Aku tak dapat melihat atau mendengar ini semua,” keluh istriku dan dia beranjak pergi.
Yg lain pun segera hendak pergi meninggalkan rungan itu.
“Kak Winda , mau kemana…?” tanyaku dgn nada penuh arti.
“Aku mau meninggalkan kalian berdua….tunggu dulu…apakah kamu berpikir utk…oh tdk….”
Aku hanya memberikan senyuman di pinggir bibir.
“Oh tdk…kamu mau aku…dan ibu….”
Aku mengangguk-angguk kecil.
“kamu memang bejat sekali, Erwin…”
Kulihat yg lain-lain pada geleng-geleng kepala mendengar permintaanku sambil melangkah pergi.
“Erwinn….ibu gak bisa…ibu gak pernah begituan..,” rengek ibuku. Raut wajahnya merengut.
“Shhhtt….”
Ku sampirkan kedua kain di pundak ibuku, dress yg lemas itu langsung jatuh memberikan tontonan payudara yg menakjubkan. Ibu langsung menutupi dadanya dgn kedua tangannya. Aku tersenyum melihat reaksinya.
Lalu aku berdiri.
“Kak Winda, ayo buka reseleting celanaku.”
Kakak gw tampangnya BT. Dia emang orangnya agak judes, paling gak suka kalau disuruh-suruh. Sukanya merintah.
Waktu jarinya yg lentik itu menggapai tepi celana pendekku. Langsung aja gw tarik tangannya hingga tubuhnya doyong dan terhuyung, terjatuh ke sofa di samping ibu. Secepat kilat gw tindih tubuhnya, gw sibak roknya dan tangan gw nyelip di antara pahanya dari belakang.
“Kyaa!! gak! GAK! Erwin bangsat kamu!”
Tp gw gak peduli, gw gosok-gosok kemaluannya dgn cepat. Ibu langsung mencoba mencegahku..
“Erwiiiinnn…jangan gitu sama kakakmu….”
Kaki kakak meronta-ronta, menendang-nendang, sambil tangannya mencoba menepis tanganku yg telah melanggar perbatasannya.
Kesal karena mereka melawan terus, aku bangkit berdiri.
“Baik…kalau kalian begini terus….aku akan…”
Aku diam…. lalu aku naik ke lantai atas dan aku masuk ke sebuah kamar.
Gak berapa lama aku tarik keluar kedua keponakanku Nina dan Desi yg masih duduk di bangku SD.
“Jangan…Win..Jangan Win…,” pinta suami kak Winda mencoba menahan kedua anaknya.
“Apaan sih…tadi kalian sudah setuju!”
“Iya…tp….”
Aku tak peduli aku tarik keponakanku turun ke bawah.
“Masuk lo! Atau lo keluar dari rumah ini” perintah gw ke adik ipar gw itu.
“Win..jangan…Win…”
Gw lihat yg lain pada ngintip dari kamar dari balik pintu kamar mereka masing-masing. Tanpa banyak bicara gw bawa turun kedua keponakan gw ke lantai bawah. Disitu kakak gw nangis.
“Win…jangan anakku Win…”
Ibu pun berusaha membujukku, gak kalah histerisnya,
“Win jangan Nina dan Desi…. ibu aja… ayo sini ibu turuti maumu….”
Kedua keponakan gw juga jadi ikut-ikutan mewek manggil-manggil ibunya,
“Ibu…ibu…”
Gw cuek aja, dah nafsu mau nyicipi mereka berdua. Tangan gw menyelinap masuk ke dlm rok mereka dan masuk lagi ke dlm CD mereka, Uuhh..gw bisa ngerasaain kemaluannya mereka yg mngil dan belm berbulu. PInggul mereka bergerak maju mundur saata tangan gw menekan dan menggosok daerah kewanitaan mereka.
“Ibu hu..huu…hu…,” tangis keduanya.
Kakak gw tiba-tiba maju dgn cepat dan mendorong gw sampai gw terjatuh ke belakang. Sementara ibu mengambil keduanya dan memeluk mereka erat-erat.
“Kakak turutin semua mau lo, Win, hm..kamu mau apa? mau oral?” tanya kakaku dgn mata berkaaca-kaca dan menggosok-gosok kemaluan gw dari luar celana.
Waktu aku mau bangkit berdiri kakak mendorongku lagi. Sementara itu ibu sudah menyuruh Nina dan Desi naik lagi ke atas. Belum sempat aku bicara, kakak dan ngeluarin k0ntol gw dan mengulum dgn cepat.
“Ahh! ahh…ahh!”
Terus ibu mendekati kami, dan menyuruh kakak utk gantian. Kini wanita yg melahirkanku ini mengulum batangku dgn sangat cepat, dan lebih piawai dari kakak.
“Kamu mau apa lagi, Win? Mau liat selangkangan kakak?”
Belum menjawab, kakak sudah mengangkangi gw dan mengangkat roknya. Sehingga bisa gw lihat CD mininya yg seolah cuma memnutupi belahan memeknya saja.
Gw betot CDnya itu dan langsung copot. Gw masukin jari tengahku ke lubangnya. “Errrwiiinn…..”
Tiba-tiba saja gw berontak, gw dorong kakak ke samping sampai ia agak terjatuh.
“Ini bukan yg aku mau!”
Gw berdiri dan gw tarik ibu ke sofa, gw balikin badannya hingga membelakangiku. Terus langsung gw tusuk dari belakang kemaluannya dan gw entot dgn gaya Doggy style. dgn gemas kuremas kedua dadannya.
Ibu pun mengadah. Entah keenakan atau kesakitan. Soalnya gw gak pake pemanasan lagi.
“Kakak panggil Nina dan Desi ke bawah. Kalau gak mau, ambil koper kalian dan keluar dari sini.”
Kakak tampak duduk lunglai di lantai, usahanya tdk berhasil, ia terisak-isak.
“Cepetan!”
Kak Winda dgn langkah gontai naik ke lantai atas dan menjemput kedua anaknya turun.
“Jangan lupa pakaikan seragam sekolah mereka!” teriakku.
Beberapa lama kemudian Nina dan Desi turun lagi sudah lengkap dgn seragam merah putih mereka dan dasi. Kedua keponakanku keheranan saat melihat nenek sudah telanjang dan lubangnya dimasukin k0ntol
“nenek diapain, bu?” tanya Nina.
Kakak tak dapat menjawab keduanya. Ia berjongkok dan memeluk kedua anaknya.
Tahu-tahu ibu memekik,
“Ibu keluaar! aaah….”
Kucabut k0ntolku dari lubangnya dan ia jatuh terkulai lemas di sofa. Aku pun turut rebahan di sofa itu dgn k0ntolku sebesar pisang raja mengacung ke atas masih menuntut utk dipuaskan.
“Ternyata ibu menikmati juga yah…buktinya klimaks,” godaku.
Ibu tdk berkata apa-apa matanya hanya menatap ke bawah.
“Nina! Desi! Kemari sayang…”
Kakak tetap merangkul keduanya, menahan mereka, tdk mau melepaskan mereka. Aku bangkit dari sofa dan menarik mereka berdua dgn paksa.
“Erwin…Erwin…plis…jangan…jangan anak-anakku….”
“Lepas! lepasin tangan kakak!”
Dgn lemas dan berat hati kakak membiarkanku membawa keduanya ke duduk di sofa.Aku berada di tengah, keduanya di sampingku.
Kupeluk kedua tubuh keponakan yg terasa ringan dan kecil ini
“Nina….”
“Ya om?”
“Pegang k0ntol om yah….”
Nina memandang batangnku yg tegak menjulang, lalu meringkuk menggeleng.
Kuangkat dagunya dan kutatap matanya.
“Gak apa-apa. Nina sekarang sudah gede, gak apa-apa kalau pegang k0ntol om….”
Lalu ku kiss bibirnya yg mungil perlahan. Sambil tanganku mengusap-usap dadanya dari luar baju seragamnya dgn telapak tanganku.
Nafasnya perlahan mulai berat.
Kumasukkan tanganku ke dlm rok merahnya. Meraba pahanya perlahan naik ke atas, hingga jariku menyentuh kemaluannya dan kugosok-gosok tepat di belahan bibir memeknya yg kecil dari luar CDnya.
Keponakan agak kaget dan mencoba menahan tanganku. Alisnya mengernyit.
Pertama ia mencoba menarik tanganku menjauh, tp lama-kelamaan ia hanya mengikuti saja kemana tanganku bergerak.
“Ku jenjangi lehernya, perlahan naik hingga ke telinganya.
“Ngghhh….om….”
Mungkin dia sudah terangsang tanpa kusuruh lagi, Nina menggenggam batangku. Tp itu saja yg ia lakukan, karena ia belum mengerti.
“Nina, kocok batang om ya…”
“Gimana caranya om?” Tanyanya pelan.
“Gini…”
Lalu kubimbing tangannya naik turun mengurut k0ntolku. Uuh enak sekali rasanya saat jemari yg kecil-kecil itu mengocok batangku. Aku jadi bergairah.
Aku mencoba membuka CD-nya Nina. Tp Nina mencegahnya.
“Malu omm…,” ucapnya sambil menggeleng.
“Gak apa-apa sayang…”
Nina lalu mengangkat pantatnya agar aku bisa meloloskan CDnya, tp hanya kuturunkan setengah paha.
Kemudian aku berlaih ke Desi.
“Desi juga buka ya…kolornya kayak kak Nina.”
Desi masih polos, jadi ia mengangguk saja. Maka kutarik CD-nya tp sama seperti Nina hanya setengah turun. .
“Desi….masukin k0ntol om ke mulut ya….,” kataku sambil memberikan contoh dgn jariku.
Ia tampak ragu sebentar, lalu ia lakukan juga. Batangku yg besar, memaksanya harus membuka mulutnya lebar dan akhirnya terbenamlah ujung batangku di dlm mulut Desi yg mungil, walau hanya ujungnya. Sebab ada tangan Nina yg sedang mengocokku.
“Ahhhh….,” lenguhku.
“Ibu…” panggilku.
“Apa lagi, Win?”
“Jilat memeknya Nina…”
Ibu mengernyit, “Erwiiinn….”
“Kakak juga, jilat itunya Desi….”
“Erwin…tega kamu…berbuat ini ke kakak…”
“Ayolah cepat….,” pintaku yg sedang dilanda kenikmatan diservice oleh keponakanku.
Ibu dan kakak mengambil posisi berlutut di lantai dan mulailah mereka menjilati kemaluan Nina dan Desi.
Gak berapa lama, bisa kulihat, mereka berdua merasakan kenikmatan di daerah bawah perut mereka. Kocokan Nina menjadi agak cepat dan menyentak, sementara Desi, melenguh-lenguh tertahan.
Bisa kulihat dari posisiku, lidah ibu menyapu-nyapu dgn cepat klitnya Nina, sementara kakak, lebih menenggelamkan daging tak bertulangnya di dlm kemaluan Desi dan bergerak-gerak disana.
Tdk berapa lama, mungkin karena Nina masih baru, akhirnya ia mencapai klimaks. Tubuhnya mengejang beberapa kali.
“Duh..apa yg terjadi om…”
“Itu namanya orgasme, Git…enak kan…”
Ibu tampak merasa bersalah dgn apa yg sudah ia lakukan kepada cucunya.
“Kakak dan Desi, pelukan gih di sofa…,” perintahku.
“Pelukan gimana?”
“Kakak nyandar di ujunga sofa, sambil pelukan dgn Desi…”
“Kamu memang mau apa…”
“Dah lakukan saja…jangan banyak tanya…”
Kakak menuruti peritnahku. Saat Desi berada di atas, kutarik lepas CDnya, kusibak rok merahnya ke atas pantat. Dapat kulihat pantat kecl dan gundukan yg merekah di bawahnya. Kuelus-elus daerah kemaluan Desi yg sudah terasa Jari tengahku, terasa tenggelam di belahan memeknya. “Aahh…om…ahhh….”
Sebelum akhirnya kumasukkan jari itu ke lubangnya yg segera menjepitnya dengna kuat.
“Ngghh ahahh…ahhh…”
Kakakku hanya memperhatikan raut wajah anaknya yg meraskan nikmat dgn prihatin.
“Erwin…kamu gak akan…”
“Gak akan apa he?” tanyaku seraya mulai mengusap-usapkan ujung pensiku ke kemaluan Desi.
“Erwin…kamu punya terlalu gedee…”
Saat kumulai memasukkan batangku ke dlm, Desi menangis…Huu…hu…hu…
“Sakit om….”
“Tahan ya, Desi…”
“Cup..nak..cup..tahan dikit yah nak..ya…,” hibur kakakku sambil mengelus rambut Desi yg panjang dan terhias jepitan pita putih kupu2.
Benar-benar sulit masuk ke lubangnya Desi padahal sudah becek, maklumlah.
Kukeluar masukkan sedikit demi sedikit menerobos masuk.
“Huu..hu…udah om…sakit….”
Kupegang pinggang Desi, dan aku pun mulai memompanya di depan ibunya. K0ntolku tiak bisa masuk penuh.Paling hanya sepermpatnya saja.
“Sakit ibu…,” tangis Desi….Kakak cuma bisa turut menangis bersama anaknya, “sabar yah nak….” Kakak memeluk Desi di dadanya.
“Oh..oh..oh yah…ahh ahh…,” lenguhku keenakan.
Sekonyong-konyong Nina berjalan mendekati adiknya dan berlutut, “Sakit yag dek? Kakak bantu yah.”
Desi hanya menatap kakaknya. Lalu Nina menjilat-jilat leher adiknya dan menicumi telinganya. Aku rada heran juga ia melakukan itu, mungkin itu yg tadi ia pelajari dariku barusan.
Dan mungkin ia sebenarnya hanya ingin menolong adiknya saja dan memang berhasil meski mata Desi masih berkaca-kaca, ia tdk lagi menangis.Tp dia terus melirik ke arah selangkanganku yg keluar masuk di lubang adiknya.
“Om…,” panggil Nina.
“Apa sayang?”
Nina menghampiriku lalu menarik lenganku.
“Kemari om…”
Ia tarik berulang kali, sampai akhirnya k0ntolku lepas dari kemaluan Mruni. Ia bawa aku ke sofa lainnya. Kemudian dia duduk.
“Emang enak yah om diginiin?”
Nina mengocok batangku dan memasukkan ujungnya ke mulutnya. Kedua bola matanya tampak memperhatikanku dgn seksama.
“Uuuhh…yah…enak…”
Rupanya dia mengombinasikan apa yg dilakukan adiknya dan dirinya tadi. Nina memang terkenal sebagai anak yg pintar di sekolah. Ia memiliki kecepatan dlm menangkap pelajaran.
Terus ia coba percepat gerakan tangannya.
“Ah…ah…ah.ah..ahh..ah…”
Terus ia pelanin lagi.
Tiba-tiba ia kocok batangnya dgn sangat cepat dan sekuat tenaga.
“Aw..aw..awh..sakit, Nina…!”
“Maaf om, Nina gak tahu…”
“Ya.. gapapa..”
“Om…jilatin ininya Nina donk kayak nenek…enak om tadi….”
Ternyata Nina ketagihan setelah merasakan kenimaktan seks pertamanya.
“Om kasih yg lebih enak lagi yah.”
Nina melirik ke arah adiknya.
“Yg kayak Desi yah?”
“Iya..”
“Keliatannya sakit om.”
“Dikit, pertamanya aja…buktinya nenek suka tadi om gituin. Sampe klimaks kayak yg tadi Nina rasain.”
“Ya udah Nina mau om…”
Kurebahkan keponakanku di atas sofa yg empuk. Kulebarkan dan kugantungkan kedua kakiny di pundakku. K0ntol pisang rajaku pun bersiap di ujung gua senggamanya. Kugosok-gosok dulu lubang Nina yg belahannya masih kecil itu , sampai mulai basah, baru kutekan masuk dikit.
Nina langsung menutup mulutnya. Matanya memejam saat kusodok perlahan, sedikit demi sedikit masuk ke dlm lubagnnya yg luar biasa sempitnya. Sebentar saja dapat kurasakan selaput daranya terkoyak oleh batangku.
Air mata tampak berlinang dari samping kelopak matanya.
Sebelum kemudian ia mulai mencengkram sofa, dan berkata,
“Enak om…dah mulai enak…”
“Nina mau kalau om giniin tiap ari?”
“…mau om….”
Aku hanya tersyenyum dan membayangkan hari-hari indahku menjadi tulang punggung keluarga ini.